Asal – Usul Sawah Lunto
Alkisah, lebih kurang tahun 1600 Masehi, ada sebuah kerajaan kecil yang diperintah oleh seorang Raja yang memerintah dengan Adil dan bijaksana, rakyatnya hidup rukun dan damai.
Kerajaan kecil tersebut bernama Kerajaan Sitambago, sesuai dengan nama Rajanya Sitambago. Daerah kekuasaannya di sebelah utara berbatasan dengan nagari Kolok, di sebelah timur berbatasan dengan Bukit Buar / Koto Tujuh, di sebelah selatan berbatasan dengan nagari Pamuatan dan di sebelah barat beratasan dengan nagari Silungkang dan nagari Kubang.
Kerajaan Sitambago mempunyai pasukan tentara yang kuat dan terlatih. Pusat Kerajaan Sitambago berada di sebelah lembah yang dilalui oleh sebuah sungai yang mengalir dari Lunto, pusat kerajaan Sitambago tersebut diperkirakan berada di tengah kota Sawahlunto sekarang. Sudah menjadi adat waktu itu, negari – negari dan kerajaan – kerajaan berambisi memperluas wilayahnya masing-masing, memperkuat pasukannya dan menyiapkan persenjataan yang cukup seperti tombak, galah, keris, parang, panah baipun (panah berancun) dan lain-lain, senjata tersebut digunakan untuk menyerang wilayah lain atau untuk mempertahankan diri apabila diserang.
Di Silungkang / Padang Sibusuk, pasukan Gajah Tongga Koto Piliang disamping mempunyai senjata tombak, keris, galah, parang dan panah juga punya senjata yang tidak dipunyai oleh daerah lain, yaitu senjata api SETENGGA, senjata api standar Angkatan Perang Portugis. Orang Portugis yang ingin membeli emas murni ke Palangki harus melalui Buluah Kasok (Padang Sibusuk sekarang) dan berhadapan dengan Pasukan Gajah Tongga Koto Piliang terlebih dahulu, entah dengan cara apa, senjata apai SETENGGA lengkap dengan pelurunya berpindah tangan ke Pasukan Gajah Tongga Koto Piliang.
Guna memperluas wilayah, diadakan perundingan antara Pemuka Nagari Silungkang / Padang Sibusuk dengan Pemuka Nagari Kubang untuk menyerahkan kerajaan Sitambago, maka didapatlah kesepakatan untuk menyerang kerajaan Sitambago tersebut, penyerang dipimpin oleh Panglima Paligan Alam. Setrategi penyerangan diatur dengan sistim atau pola pengepunagn, dimana tentara Silungkang / Padang Sibusuk mengepung dari daerah Kubang Sirakuk dan tentara Kubang dari Jurusan Batu Tajam dan dataran tinggi Lubuak Simalukiuk, dengan sistim atau pola pengepungan tersebut akan membuat tentara Sitambago tidak dapat bergerak dengan leluasa.
Maka tibalah hari H pertempuran, kerajaan Sitambago telah dikepung, tentara dan penduduk kerajaan Sitambago jadi panic, rung gerak semakin sempit. Melihat kepanikan tersebut, agar tidak terjadi pertumpahan darah dan korban yang banyak, Panglima Paligan Alam menyerukan supaya Raja Sitambago beserta tentara dan rakyatnya menyerah, namun seruan niat baik Panglima Paligan Alam itu tidak digubris sedikitpun oleh Raja Sitambago, malahan Raja Sitambago siap untuk berperang, terbukti dihimpunnya balatentara dengan jumlah yang besar dan dikibarkannya bendera perang, pasukan langsung dipimpin oleh Raja Sitambago dengan gagah berani dan terjadilah pertempuran yang sengit.
Secara perdana, untuk jolong-jolong kalinya tentara Silungkang / Padang Sibusuk mempergunakan senjata api SETENGGA, suara letusan senjata SETENGGA menggelegar dan balatentara beserta penduduk kerajaan Sitambago baru kali ini mendengar letusan yang dahsyat serta membuat ciut hati mereka. Banyak tentara dan penduduk kerajaan Sitambago yang tewas akibat peluru SETENGGA, termasuk Raja Sitambago tersungkur bersimbah darah terkena tembakan senjata SATENGGA yang kemudian senjata tersebut dinamakan oleh mereka senjata HANTU TOPAN. Tentara dan penduduk kerajaan Sitambago mundur dan lari kocar – kacir meninggalkan wilayahnya, pusat kerajaan dan kemudian dikuasai oleh balatentara Panglima Paligan Alam.
Setelah perang usai, balatentara Silungkang / Padang Sibusuk dan Kubang dipimpin oleh Panglima Paligan Alam kembali ke nagari masing-masing, sedangkan wilayah pusat kerajaan Sitambago (Kota Sawahlunto sekarang) terbiar begitu saja. Lahan yang terbiar dan terlantar itu dimanfaatkan oleh anak nagari Lunto untuk bercocok tanam, dibuatlah persawahan, sehingga wilayah tersebut menjadi SAWAH yang digarap oleh orang LUNTO. Sementara kepemilikan dan hak tanah tetap berada pada anak nagari Silungkang / Padang Sibusuk dan anak nagari Kubang yang telah memenangi peperangandengan kerajaan Sitambago.
Disisi lain kaum keturunan Sitambago masih ada sampai sekarang disekitar daerah Pamuatan dan Santur.
ASAL – USUL SAWAH LUNTO
A. Garis Besar isi Cerita
Perebutan wilayah antara kerajaan Sitambago dengan Gajah Tonggo Koto Piliang.
B. Amanat
1. Jika kita ingin mendapatkan sesuatu maka kita harus berusaha.
2. Dan jika kita sudah mendapatkannya jangan melalaikannya begitu saja.
3. Manfaatkanlah sesuatu dengan sebaik – baiknya.
C. Hal – hal yang menarik tentang latar penceritaan
Saat memperebutkan wilayah Lunto antara kerajaan Sitambago dengan Gajah Tonggo Koto Piliang.
Pada saat pengepungan di kerajaan Sitambago dan disitulah terjadi peperangan yang sangat sengit. Disitulah cerita itu menarik.
D. Menemukan Nilai-nilai dalam cerita dan membandingkannya dengan nilai-nilai yang ada saat ini
`*` Nilai yang ada dalam cerita :
1. Selalu berusaha sengguh – sungguh dalam mendapatkan sesuatu.
1. Selalu berusaha sengguh – sungguh dalam mendapatkan sesuatu.
2. Menyusun setrategi dengan baik sebelum melakukan sesuatu.
`*` Nilai yang ada pada saat ini :
1. Todak pernah berusaha dengan sungguh – sungguh.
1. Todak pernah berusaha dengan sungguh – sungguh.
2. Selalu mendadak dalam melakukan sesuatu.
Hallo Para Boss dan Para Pecinta Poker Online Kini Sudah Dibuka Markas Poker S1288POKER.
BalasHapusS1288POKER Adalah Situs Judi Online Yang Paling Aman dan Terbesar di Indonesia No BOT, Only Player VS Player 200% Fair play. (PIN BBM: 7AC8D76B)